“Apakah kau percaya peri? Makhluk hidup mungil bersayap yang bersembunyi di antara bunga-bunga atau akar-akar pohon besar…. Apakah ada di antara kita percaya pada peri? Sayang, memori kanak-kanak sulit kembali. Karena mungkin ada rasa aneh yang menghinggapi ketika tengah berteduh di bawah beringin tua. Seolah ada yang mengintip di antara celah dedaunan maupun akar yang menjuntai bagai rambut purba raksasa. Ada kesenangan yang spontan ketika melihat bunga-bunga bermekaran. Seolah sesuatu tengah membalas pandang dengan senyuman yang pasrah. Dan tidakkah suara air yang mengalir, aroma lumut dan tanah basah di pinggiran sungai membuat kita merasa teduh dan nyaman. Seolah ada sosok yang benar-benar hidup dari kemurnian yang lembab…. Segumpal dandelion meretas bagai bola kapas paling halus. Angin datang bersama seorang bocah yang meniupkan hembusan udara perlahan, lalu tiap-tiap kelopak melepas diri dan terbang menjelma peri-peri yang melayang dengan mahkota putihnya. Masihkah kita ingat isyarat yang pernah kita pahami itu? Yang berangsur hilang saat kita melupakan apa yang kita lihat dan rasakan.”
Buku kumpulan cerpen bersama ini merupakan sebuah project yang digagas 7 penulis. “Childhood Memoirs” adalah upaya untuk menuliskan kisah kanak-kanak penulis di masa lalu dengan menjadikan kenangan sebagai inspirasi. Ketujuh penulis tersebut ialah Angelina Enny, Clarasia Kiky, Keke Kezia, Lovie Lenny Gunansyah, Nurdiyansah Dalidjo, Shandra M. Tehupeiory, Yola M. Caecenary,
“Apa kau percaya peri? Makhluk bersayap dengan serbuk ajaib yang menghidupkan imajinasi masa kecilmu. Hei, mungkin seluruh anak di muka bumi pernah membayangkan peri penyelamatnya. Cerita-cerita di sini akan mengantarmu pada kenangan masa kanak-kanak. Tentang sahabat. Tentang impian. Tentang tawa. Bahkan tentang air mata. Semua kenangan itu akan membuat kita bertanya: bagaimana masa kinimu? Dia akan terjawab setelah kita menyusuri jalinan masa lalu.”
Guntur Alam, cerpenis dan novelis
“Seberapa banyak kita mengingat masa lalu, seperti suatu renungan akan masa yang begitu kreatif, imajinatif dan berwarna-warni. Buku ini mengajak pembaca melihat kembali arti menjadi anak di dunia ini, menjadi anggota keluarga, bahkan bagian dari semesta yang penuh ruam-ruam keindahan maupun kepahitan. Tentu tidak mudah buat para penulis merangkai memoar mereka menjadi fiksi, tapi para penulis ini dengan cekatan mengajak kita berjalan di lorong waktu, menguras memori dengan cerdas dan mengombang-ambing kita dalam lautan kenangan yang melesak sampai jiwa. Bersiaplah untuk pelayaran yang penuh pasang surut dan resapilah dengan perlahan.”
Olin Monteiro, penulis, feminis, penerbit independen, produser dokumenter perempuan, dan koordinator jaringan relawan aktivis & seniman, Arts for Women
“Sekumpulan memori menyeruak keluar, semua potongan puzzle kenangan masa kecil tersingkap dari setiap cerita para penulis. Buku ini diary. Semua air mata dan tawa bersatu mengingatkan cinta yang pernah dirasa.”
Boy Marpaung, sutradara, produser, penulis naskah, dan pendidik seni pertunjukkan
“Bermimpilah seperti kanak-kanak. Raih mimpimu seperti orang dewasa.”
Desiree Manumpil, penikmat sastra.
“Dalam dunia fiksi semua hal bisa saja terjadi dan menjadi menyenangkan atau tidak sama sekali. Ruang dan waktu berlalu tanpa terasa, tapi pada akhirnya ingatan atau kenangan tentang masa lalu, serupa kanak-kanak yang ingin pulang ke rumah. Saat menulis cerita pendek ini, saya yakin para penulis “Apakah Kau Percaya Peri?” menuliskannya berdasarkan riwayat kejadian yang sangat intens yang pernah dialami oleh keseluruhan pikiran, jiwa dan tubuhnya. Bahkan mungkin mimpi-mimpinya. Sehingga kita akan menemui cerita-cerita yang sangat obsesif atau bahkan fantasional yang akan terus mendesak imajinasi kita selaku pembacanya. Buku ini saya kira, memuat kisah-kisah yang memang tak akan pernah “terjadi” di dunia nyata, namun akan “menjadi” kenyataan di dunia khayalan kita. Saya salut dengan para penulis cerita di buku ini mampu mengekspresikan dan mengaktualisasikan kenangan masa kecil mereka menjadi bacaan dahsyat yang enak dibaca. Tak ada cara terbaik menikmati buku ini selain membiarkan dirimu berfantasi. Oleh karena itu, bacalah!”
Bamby Cahyadi, penulis cerpen